Thursday, September 5, 2013

SEKADAR POSTING

Mendengarkan cerita akan selalu menjadikan kegiatan uang mengasyikkan. Apalagi cerita tentang  menikmati semua jenis petualangan, lalu kenapa aku tidak ikut berpetualang saja? Bukankah akan menjadi lebih seru bila ikut serta dalam berpetualang? Tentu saja iya, dan aku ingin sekali, namun semua tak bisa terwujud, bukan karena aku seorang yang penyakitan atau tak punya nyali, tapi lebih kepada tidak mendapat dukungan dari keluarga, apalagi setelah menikah suami sama sekali tak mengijinkan aku ikut berpetualang atau sekedar mencoba menikmati hari santai dia alam terbuka. Susahnyaaaaa, tiu yang selalu kukeluhkan. Setiap kupertanayakan alas an kenapa? Yang ada malah akan menyulut pertengkaran baru. Well hanya bisa menikmati cerita teman-teman yang pernah melakukan petualangan saja, bisa sedikit mengobati rasa ingin tahu.

Ada beberapa kawan petualang yang bersedia berbagi cerita denganku, namun tak jarang aku malah minder bila bergaul dengan mereka, ada berbagai alas an, salah satunya karena status sosial, perbedaan pergaulan dan juga perbedaan selera berkawan. Mungkin bagi sebagian orang akan mengolokku begini, “kenapa musti minder dan merendah begitu, bukankah kita semua di mata Tuhan?”  aku sering mendengar kalimat seperti itu dari teman-temanku, yah mungkin saat kita tidak bertemu muka (ngobrol via internet chatting) hal itu akan terasa ringan saja, tapi akan terasa berbeda saat kita bertemu muka. Kenapa? Karena biasanya wajah di foto berebeda sekali dengan wajah kita saat bertemu langsung, lantas kerena factor ini tak jarang hubungan baik yang semula terjalin jadi renggang, hanya karena wajah yang tidak secantik/setampan difotonya.
Selanjutnya adalah soal tingkat pendidikan, ini juga sering menjadi semacam tembok yang memisahkan sebuah persahabatan. Semisal si A lulusan SMA lalu si B hanya lulusan SMP dan SI C malah sarjana apa gitu, maka obrolan akan menjadi sangat timpang, tidak seimbang lantas pelan tapi pasti aka nada yang minder dan memutuskan untuk menjauhi temannya.
Sementara itu perbedaan pekerjaan juga bisa menjadi pemicu selanjutnya, tak jarang kita temui, para pegawai akan lebih sering bergerombol dengan mereka yang juga pegawai, lantas yang hanya bekerja sebagai buruh mereka juga akan segan untuk ikut nimbrung dengan pegawai kantoran. Saya sendiri kadang juga malu kalau harus berlama-lama dengan mereka yang punya pekerjaan lebih mentereng dari pekerjaan saya yang hanya ibu rumah tangga, dan kadang kala malah jadi TKW. Secara harfiah mereka tak pernah mengatakan pekerjaan itu jelek, tapi ketika obrolan sampai pada soal pekerjaan maka saya akan cukup tahu diri meninggalkan obrolan tersebut, sangat tidak relevan sekali rasanya kalau mereka bercerita hal-hal yang berbau kantor sedangkan saya apa yang harus saya ceritakan kecuali hal-hal yang sifatnya hanya dapur dan bersih-bersih.
Lantas bagaimana dengan latar belakang ekonomi, ini juga menjadi hal yang paling sering dijadikan alas an seseorang untuk menjauhi temannya. Sering saya mendengar begini, “saya malu, bukankah kamu sekarang sudah kaya?” lantas ada juga yang begini, “kamu dari dulu kok begini-begini saja sih? Tak ada peningkatan,” sambil melihat keadaan rumah temannya yang masih kumuh.
Hellooooo…  meski semua alasan itu tidaklah baku, tapi cukup mengganggu bukan. Kadangkala kalau saya terpaksa bertemu dengan orang-orang yang berebeda dengan saya, maka topic pembicaraan akan lebih sering saya alihkan pada hobi atau isu-isu yang sedang menjadi headline suratkabar, atau hal-hal sepele yang ada disekitar kita. Untuk pembicaraan tentang latar belakang pendidikan, status sosial dan pekerjaan akan benar-benar saya hindari, karena hal itu hanya akan membuat saya semakin minder saja.
Lantas bagaimana dengan topic yang tadinya membahas tentang keinginan berpetualang di awal tulisan ini? maka disini saya akan tertawa dulu :D :D :D . inilah saya yang sering melencenga dari tema utama.
Well kembali pada awal cerita, karena keinginan berpetualangku yang tak pernah kesampaian kecuali sekali ikut jelajah melewati pesisir pantai dengan rute pantai Jonggring Saloko menuju pantai Ngliyep saat masih SMK kelas 2 dulu, tak ada lagi kegiatan petualangan yang say lakoni, maka sebagai pelampiasan saya sering mencari teman petualang dan memohon-mohon untuk menceritakan pengalaman mereka, keduaq membaca website milik seorang petualang yang sering mengulas perjalanan mereka di internet, terakhir nonton film sejenis 5CM dan SOE HOk GIE untuk memenuhi keingin tahuan saya tentang tempat-tempat indah berikut orang-orang yang sering mendatanginya. Lantas saya akan berkhayal dengan menuliskannya di blog pribadi saya, atau hanya menuliskannya di laptop dan menjadi arsip using yang tak pernah terposting karena merasa tak layak untuk dibaca umum, untuk kali ini silakan anda yang tertawa, diperbolehkan tertawa selebar-lebarnya sodara-sodara tapi awas kalau ada lalat masuk mulut ya? Anggaplah sebagai cemilan anda, :D :D :D
Buat kalian yang masih muda dan ada kesempatan, jangan pernah menyiakan-nyiakannya, perjuangkan apa yang menjadi keinginan kalian saat ini, tapi jangan lantas menghalalkan segla cara ya. Tetaplah berada jalurnya. Sebelum menyesal di kemudian hari, keep fight for the best result.

Wlngi, 05 sept 2013
3.43 pm